gambar

gambar

HOME

masih ada segudang senyum !!

| Selasa, 12 April 2011

Bukan sebuah kisah menarik yang harus diceritakan, tentang sebuah kegalauan hati seorang anak muda yang sedang mencari jati dirinya. Menginginkan yang terbaik untuknya dan untuk orang-orang yang dicintai. Berharap dapat menjadi penyejuk pandangan setiap orang yang memandang, harapan besar yang mengharuskan usaha besar. 

“Dia” sosok pelajar penuh semangat, ya begitulah kesehariannya dijalankan dngan senyum tak pernah pudar.  Mungkin orang-orang heran dengan sifatnya yang seprti ini. Dalam keadaan apapun dia pasti tersenyum, entah apa yang ada dalam pikirannya, kalimat yang selalu diucapkannya ketika orang-orang menanyakan kebiasaannya itu “karena senyumku adalah semangatku”.  Terdengar aneh untuk orang yang baru mengenalnya.   

Hari-harinya dilewati dengan semangat untuk merubah diri menjadi lebih baik, terlihat dari kuatnya tekad yang tampak pada kesungguhan usahanya.  Entah bagaimana setiap jiwa memandang dirinya. Dengan semua predikat akademiknya. Dengan semangat jiwanya untuk membantu orang lain, dengan segala gerak-geriknya yang membuat orang terpikat pada pandangan pertama. Sosok remaja periang yang kata orang pasti orang tuanya bangga mempunyai seorang anak sepertinya. 

Tapi, seandainya semua orang tau isi hatinya, tau apa yang dipikirkannya. Tak akan seperti itu pandangan mereka terhadapnya. Bagaimanapun dia hanyalah seorang manusia biasa. Penyakit-penyakit hati tak jarang bahkan terlalu sering melekat pada hati putih itu. 

Suatu malam, percakapan ringan sebuah keluarga kecil  sedang membahas masa depan dia dan adik-adiknya.  Sang ayah sedang semangat membahas masalah ini.
“Adek besok jadi hafiz qur’an ya. Jadi anak yang Ayah dan Allah banggakan. Gak papa deh kakak aja yang salah jalan. Nanti adek sama si kecil ini yang akan menjadi anak kebanggan ayah. Kita do;akan semoga kakak selalu dalam lindungan Allah”  sang ayah berujar dengan senyum bangga. 

Bukan hal yang aneh ketika sang ayah mengatakan hal seperti itu. Karena memang keinginannya untuk menjadikan anak-anaknya menjadi hafiz qur’an.  Tapi si kakak ternyata tak mengambil jalan yang disediakan dan diinginkan ayah.  ya, dia hanya bisa tersenyum mendengar ungkapan ayah yang begitu disayanginya. “Salah jalan” kata yang selalu terngiang. Dan sekarang kembali diucapkan ayah. Dia masih ingat ketika sang ayah mendapat pertanyaan tentang anak-anaknya. Pasti yang terucap “gak papa yang pertama salah jalan, nanti adik-adiknya yang meneruskan” 

Entahlah, mungkin ketegarannya sedang menipis, kesabarannya sedang tergerogoti. Si kakak izin masuk kamar “mau belajar”, ungkapnya pada mereka.
Apa yang terjadi disana ? dia menangis, menangis dalam kesendirian. Merasakan usahanya selama ini sama sekali tak ada harganya didepan sang ayah yang ingin dibuatnya bangga. Merasakan penyesalan luar biasa karena yang dilakukannya selama ini ternyata salah dalam pandangan orang terkasih. Menyalahkan dirinya yang seperti ini. Seandainya waktu bisa diputar kembali.  Lama air mata itu mengalit tak berhenti. Dia menulis, mengungkapkan segala isi hatinya pada sahabat yang begitu setia mendengarkan, pada buku harian yang begitu berjasa dalam hidupnya. Entah berapa puluh tetes air mata menemani tulisannya malam itu
.
Tak berani bercerita pada orang lain. Dia takut orang akan memandang ayahnya lah yang bersalah disini, dia takut orang akan berfikir sang ayah tak mengerti tentang anaknya. Karena bukan sang ayah sang salah, Ayahnya hanya menginginkan yang terbaik untuknya.  yang salah disini hanyalah dirinya. 

Dia memang cengeng. Menangisi apa yang seharusnya tak perlu di tangisi.  Membesarkan hal –hal sepele.  Mata sayu itu masih mengeluarkan air mata. Entah apa yang membuatnya begitu sedih. hatinya sakit. Dalam suasana penuh kesedihan itu. Perlahan dia mulai menata kembali hatinya.  “Entahlah, Aku tak tau ini rahmat atau musibah, tapi aku  selaluberprasangka baik kepada Tuhanku” ungkapnya dalam hati. Ya dia tau itu, semua ini mempunyai ibrah yang harus dipetik dari buah tangisannya. menangis, hanya itu cara terjitu yang selalu menemaninya ketika dalam kesedihan. Setidaknya tangisan itu membuat hatinya sedikit lega, merasakan kembali  ketenangannya.

Bismillah, dihapusnya semua air mata. Mulai tersenyum pada hati, pada dirinya. “Ini bukan apa-apa, biarlah Allah yang menilai ketulusanku” . kalian tau apa hikmah terbesar yang dia dapatkan dari rangkaian kisah yang Allah tetapkan untuknya. Akhirnya dia tersadar Allah-lah satu-satunya yang akan menilai prjuangannya dengan nilai terbaik, bukan ayahnya, bukan mereka. 

Hatinya perlahan tenang kembali, ada kesejukan disana. Ketentraman yang Tuhannya berikan. Menghela nafas panjang sambil menutup mata. Aku ikhlas, ungkapnya. Kan kuberikan senyum terbaikku untuk mereka.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2010 Senyum dan Semangat